• 1 Project 1
    Suspendisse turpis arcu, dignissim ac laoreet a, condimentum in massa.
  • 2 Project 2
    uisque eget elit quis augue pharetra feugiat.
  • 3 Project 3
    Sed et quam vitae ipsum vulputate varius vitae semper nunc.
  • 4 Project 4
    Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit.

Emansipasi, Propaganda Untuk Meruntuhkan Aqidah

| |

Emansipasi, Propaganda Untuk Meruntuhkan Aqidah
Propaganda-propaganda penghancuran kian menyeruak di tengah kehidupan kaum muslimin. Tidak pernah terbayang jika mereka tengah diintai oleh lawan yang kuat dan tangguh, tiba-tiba terdengar satu kaum atau daerah atau beberapa orang telah menanggalkan baju kemuliaannya dan berpindah agama. Sesungguhnya banyak cara dan jalan bagi Iblis untuk menjerat dan menyesatkan hamba-hamba Allah Subhanahu wa Ta'ala serta menggiring mereka menuju neraka Sa’ir.
Banyak pengikut yang siap dikomando olehnya dalam upaya penghancuran ini, dan terlalu banyak dalang yang siap menjalankan kemauan Iblis la’natullah alaih. Banyak pemikir yang siap merancang jalan-jalan penyesatan. Banyak tokoh agama yang siap membelokkan jalan yang lurus. Dan banyak da’i yang siap menjadi penyeru kepada jalan Iblis. Terpeliharalah orang-orang yang dirahmati oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala dan binasalah orang-orang yang dikehendaki-Nya.
Banyaknya jalan Iblis untuk menjerat lawannya dan banyaknya pendukung dalam melaksanakan niatnya, mengharuskan kita agar selalu siap menghadapinya dengan persenjataan yang lengkap dan bekal yang cukup. Tidak ada senjata yang paling ampuh untuk menghadapi kekuatan Iblis dan segala manuvernya selain ilmu agama. Dan tidak ada perbekalan yang lengkap dalam perjalanan jihad melawannya melainkan ketakwaan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ تَتَّقُوا اللهَ يَجْعَلْ لَكُمْ فُرْقَانًا
“Hai orang-orang yang beriman, jika kalian bertakwa kepada Allah niscaya Allah akan menjadikan bagi kalian furqan (pembeda).” (Al-Anfal: 29)
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّيْنِ
“Barangsiapa yang Allah menginginkan kebaikan kepadanya, niscaya Allah akan menjadikan dia faqih dalam agama.”
مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ
“Barangsiapa yang berjalan dalam rangka mencari ilmu maka Allah akan mudahkan jalannya menuju surga.”

Wanita dalam Islam
Kaum wanita memiliki kedudukan yang tinggi di dalam Islam dan memiliki hak yang sama dalam mengamalkan agama. Di mana Allah Subhanahu wa Ta'ala telah memperlakukan mereka dan membebankan hukum-hukum syariat sesuai dengan fitrah penciptaannya. Hal ini masuk dalam keumuman firman-Nya:
لاَ يُكَلِّفُ اللهُ نَفْسًا إِلاَّ وُسْعَهَا
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” (Al-Baqarah: 286)
Allah Maha Adil dalam menentukan syariat-Nya, dan Maha Bijaksana dalam meletakkan hukum-hukum-Nya untuk mereka. Allah Subhanahu wa Ta'ala telah memuliakan mereka dengan berbagai bentuk dan cara. Di antaranya:
1. Allah Subhanahu wa Ta'ala memerintahkan mereka untuk tinggal di rumah-rumah mereka, agar terjaga kehormatan mereka. Sebagaimana dalam surat Al-Ahzab ayat 33:
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ
"Dan hendaklah kalian (para wanita) tetap di rumah kalian."
2. Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak membebankan mereka untuk mencari nafkah bagi anak-anak mereka, sebagaimana di dalam surat An-Nisa` ayat 5:
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.” (An-Nisa`: 34)
Dan dalam hadits Ibnu ‘Umar radhiyallahu 'anhuma yang muttafaqun ‘alaih:
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Setiap kalian adalah pemimpin dan kalian akan ditanya tentang kepemimpinan kalian.”
Dan hadits dalam riwayat Abu Dawud (no. 1695):
كَفَى بِالـْمَرْءِ إِثْمًا أَنْ يُضَيِّعَ مَنْ يَقُوتُ
“Cukup sebagai dosa, seseorang yang menyia-nyiakan tanggungannya.”
3. Kaum wanita diperintahkan untuk menutup seluruh tubuh mereka, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam surat Al-Ahzab ayat 59:
يَاأَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلاَبِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلاَ يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللهُ غَفُورًا رَحِيمًا
“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka’. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
4. Kaum wanita tidak boleh bepergian dalam sebuah safar melainkan harus disertai mahram, melihat kondisi seorang wanita yang lemah serta membutuhkan perlindungan dan pemeliharaan. Sebagaimana dalam riwayat Al-Imam Al-Bukhari rahimahullahu (no. 1086-1087) dan Muslim rahimahullahu (no. 1338-1339) dari hadits Ibnu ‘Umar, Abu Hurairah, dan Abu Sa’id Al-Khudri g.
5. Kaum wanita dilarang ber-tabarruj (bersolek) seperti wanita jahiliah, sebagaimana disebutkan dalam surat Al-Ahzab ayat 33:
وَلاَ تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ اْلأُولَى
"Dan janganlah kamu ber-tabarruj seperti orang-orang jahiliah yang dahulu."
6. Urusan talak perceraian tidak diserahkan kepada wanita, sebagaimana disebutkan dalam surat Al-Baqarah ayat 236:
لاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِنْ طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ مَا لَمْ تَمَسُّوهُنَّ أَوْ تَفْرِضُوا لَهُنَّ فَرِيضَةً
“Tidak ada kewajiban membayar (mahar) atas kamu, jika kamu menceraikan isteri-isterimu sebelum kamu bercampur dengan mereka dan sebelum kamu menentukan maharnya.”
Juga dalam surat Ath-Thalaq ayat 1:
يَاأَيُّهَا النَّبِيُّ إِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ فَطَلِّقُوهُنَّ لِعِدَّتِهِنَّ وَأَحْصُوا الْعِدَّةَ
“Hai Nabi, apabila kamu menceraikan istri-istrimu maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar) dan hitunglah waktu iddah itu.”
Ibnul Qayyim rahimahullahu berkata: “Perceraian di tangan kaum lelaki dan tidak di tangan selainnya.” (Zadul Ma’ad, 5/278)
7. Tidak diwajibkan bagi wanita untuk ikut memikul amanat jihad fi sabilillah, sebagaimana telah dibebankan kepada kaum lelaki. (lihat kitab Kasyful Wa’tsa` Bizajril Khubatsa` Ad-Da’in ila Musawatin Nisa` bir Rijal wa Ilgha` Fawariqil Untsa karya Asy-Syaikh Abu Abdurrahman Yahya bin ‘Ali Al-Hajuri)
Beberapa bentuk perlakuan Allah Subhanahu wa Ta'ala terhadap kaum wanita di atas, jika dipelajari dan ditinjau dengan akal yang sehat dan fitrah yang bersih, akan diketahui bahwa itu semua merupakan cara untuk menjaga eksistensi wanita. Dan semuanya adalah perlakuan yang bijak dan adil, sesuai dengan kodrat mereka. Namun berapa dari wanita yang memahami diri dan kemuliaannya?

Wanita dalam Pandangan Jahiliah
Tidak diragukan lagi bahwa wanita di masa jahiliah tidak memiliki nilai sedikitpun dalam kehidupan manusia. Mereka tak ubahnya binatang ternak, yang tergantung kemauan penggembalanya. Mereka ibarat budak piaraan yang tergantung kemauan tuannya. Dalam keadaan seperti ini, bagaimanakah wanita diperlakukan di masa tersebut? Bagaimana status sosialnya menurut mereka?
Sesungguhnya, status sosial wanita menurut bangsa Arab sebelum Islam sangatlah rendah. Hingga sampai pada tingkat kemunduran dan keterpurukan, kelemahan dan kehinaan, yang terkadang keadaannya sangat jauh dari martabat kemanusiaan. Hak-hak mereka diberangus meskipun hanya menyampaikan sebuah ide dalam urusan hidupnya. Tidak ada hak waris baginya selama dia sebagai seorang perempuan. Karena adat yang terjadi di antara mereka adalah prinsip “Tidak bisa mewarisi kecuali orang yang menghunus pedang dan yang melindungi gadis.” Dia tidak memiliki hak memprotes atau ikut bermusyawarah dalam urusan suaminya. Segala urusannya diserahkan kepada walinya. Dan adat bangsa jahiliah yang paling buruk adalah mengubur hidup-hidup bayi perempuan. Perbuatan ini menunjukkan puncak kekejaman, kebengisan, dan kebiadaban sebagaimana telah diisyaratkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala di dalam Kitab-Nya nan suci:
وَإِذَا الْمَوْءُودَةُ سُئِلَتْ. بِأَيِّ ذَنْبٍ قُتِلَتْ
“Dan apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya. Karena dosa apakah dia dibunuh?” (At-Takwir: 8-9)
Tujuan bangsa Arab dalam penguburan itu beragam. Di antara mereka ada yang menguburkan anak perempuan karena mengkhawatirkan kehormatan mereka dan khawatir mendapat celaan. Karena mereka adalah orang-orang yang senang melakukan penyerangan dan peperangan. Hal ini bisa menjadikan anak-anak perempuan mereka menjadi tawanan musuh, menurut mereka. Ini merupakan puncak kerendahan dan kehinaan. Dan kabilah bangsa Arab yang pertama kali melakukan penguburan terhadap anak-anak perempuan mereka adalah kabilah Rabi’ah.
Di antara mereka ada yang mengubur anak perempuan hidup-hidup disebabkan keadaan hidup yang sangat melilit, sulitnya mata pencaharian, dan fakir. Kemiskinan itulah mendorong mereka melakukannya. Telah diceritakan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala di dalam Kitab-Nya:
وَلاَ تَقْتُلُوا أَوْلاَدَكُمْ خَشْيَةَ إِمْلاَقٍ نَحْنُ نَرْزُقُهُمْ وَإِيَّاكُمْ إِنَّ قَتْلَهُمْ كَانَ خِطْئًا كَبِيرًا
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut miskin. Kamilah yang akan memberi rizki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar.” (Al-Isra`: 31)
قُلْ تَعَالَوْا أَتْلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ أَلاَّ تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَلاَ تَقْتُلُوا أَوْلاَدَكُمْ مِنْ إِمْلاَقٍ نَحْنُ نَرْزُقُكُمْ وَإِيَّاهُمْ
“Katakanlah: ‘Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Rabbmu, yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapak, dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut miskin. Kami akan memberi rizki kepadamu dan kepada mereka’.” (Al-An’am: 151)
Adapula di antara mereka yang membunuh anak mereka karena kecemburuan dan khawatir mendatangkan aib. Karena mereka bisa mendatangkan penyakit, seperti hitam atau gemuk dan sebagainya. Sungguh mereka telah melakukan perbuatan biadab yang membuat hati luka tersayat dan air mata berlinang.
Fenomena kedzaliman ini telah menjadi aturan masyarakat dan diterapkan pada diri perempuan yang tidak berdosa. Islam datang mengharamkan perbuatan biadab tersebut dan memberi hukuman yang setimpal bagi orang yang melakukannya.

0 komentar:

Posting Komentar